TEKNOLOGI INOVASI PENANGANAN LIMBAH INDUSTRI PULP DAN KERTAS MENJADI ARANG KOMPOS BIO AKTIF
TEKNOLOGI INOVASI PENANGANAN LIMBAH INDUSTRI PULP DAN KERTAS MENJADI ARANG KOMPOS BIO AKTIF *)
Oleh:
GUSMAILINA & SRI KOMARAYATI **)
Abstrak
Salah
satu industri yang harus peduli terhadap lingkungan adalah industri
pulp dan kertas. Di dalam mewujudkan kepedulian terhadap lingkungan,
beberapa industri pulp dan kertas, terutama industri kertas di Indonesia
telah menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan (SML) ISO-14001. Salah
satu keuntungan dari penerapan sistem ini adalah dapat meningkatkan
ekspor produk ke negara-negara Eropa dan Amerika. Namun dengan semakin
meningkatnya produksi, volume limbah yang dihasilkan juga semakin
tinggi. Dari proses produksi industri pulp dan kertas akan dihasilkan
limbah yang salah satunya adalah limbah sludge.
Teknologi
pengomposan merupakan inovasi yang dipandang sebagai alternatif
penanganan limbah sludge yang paling baik, karena di samping tidak
mencemari lingkungan, juga menghasilkan produk yang bermanfaat dengan
investasi yang relatif murah. Tulisan ini menyajikan hasil penelitian
skala laboratorium pembuatan arang kompos bioaktif berbahan baku sludge.
Kegiatan ini diawali dengan kunjungan ke PT. IKPP. dan PT. Arara Abadi
pada tahun 2004/2005 khusus di kawasan pengolahan kompos dengan tujuan
sebagai studi banding dan dialog serta berbagi pengalaman khusus tentang
pengolahan kompos sludge.
Hasil uji coba pembuatan kompos dari
limbah sludge pabrik pulp dan kertas yang dilakukan di laboratorium
menunjukkan bahwa kualitas kompos yang dihasilkan lebih baik dengan
waktu pembuatan kompos yang lebih singkat. Teknologi pengomposan yang
diterapkan oleh P3HH adalah secara anaerobik, menggunakan aktivator
serta bernilai plus apabila dilakukan penambahan bahan baku kotoran
ternak. Selain itu kandungan unsur logam yang berbahaya juga menurun
tajam, jauh di bawah ambang batas yang diperbolehkan baik skala
internasional maupun skala nasional. Dengan demikian limbah sludge
pabrik pulp dan kertas layak dipakai dan dikembang luaskan untuk
konsumsi kalangan industri sendiri, baik dijual ke pasar umum, bebas
maupun ekspor.
Kata kunci : sludge, komposting, dekomposer,arang kompos, uji coba, teknologi, kualitas
==================================================================
*)
Disampaikan sebagai makalah utama pada Seminar Teknologi Pemanfaatan
Limbah Industri Pulp dan Kertas Untuk Mengurangi Beban Lingkungan, Bogor
24 November 2008.
**) Staf Peneliti pada Pusat Litbang Hasil Hutan
Jalan gunung Batu No 5. Telp (0251) 8633378; fax (0251) 8633413; e-mail
: lina@forda-mof.org, glinara@yahoo.co.id
I. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Salah
satu industri yang harus peduli terhadap lingkungan adalah industri
pulp dan kertas. Di dalam mewujudkan kepedulian terhadap lingkungan,
beberapa industri pulp dan kertas, terutama industri kertas di Indonesia
telah menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan (SML) ISO-14001. Salah
satu keuntungan dari penerapan SML ISO-14001 ini adalah dapat
meningkatkan ekspor produk ke negara-negara Eropa dan Amerika. Namun
makin meningkatnya produksi akan berdampak terhadap tingginya volume
limbah yang dihasilkan. Dari proses produksi industri pulp dan kertas
akan dihasilkan limbah yang salah satunya adalah limbah sludge. Satu
industri pulp dan kertas tiap hari menghasilkan sludge berkisar antara
30 – 40 ton, sementara pemanfaatan sludge per hari hanya 12 ton
(Aritonang, 2005). Sehingga masih banyak sludge yang tersisa yang belum
dimanfaatkan. Penanggulangan sludge di beberapa industri pulp dan kertas
di Indonesia, sebagian besar hanya dibenamkan ke dalam tanah atau
dibakar. Penanggulangan dengan cara ini mempunyai beberapa resiko antara
lain jika dibenamkan ke dalam tanah membutuhkan areal yang luas,
sedangkan jika dibakar memerlukan biaya yang cukup besar dan dapat
mencemari udara.
Teknologi pengomposan merupakan inovasi yang
dipandang sebagai alternatif penanganan yang paling baik, karena di
samping tidak mencemari lingkungan, juga menghasilkan produk yang
bermanfaat dengan investasi yang relatif murah. Kendalanya adalah karena
karakteristik dari sludge yang menyerap air, sehingga jika sludge
ditumpuk pada saat proses pengomposan, rongga udara yang tercipta akan
sedikit, sehingga mengganggu proses pengomposan. Oleh sebab itu perlu
diupayakan cara untuk menanggulanginya.
Tulisan ini menyajikan hasil
penelitian skala laboratorium pembuatan arang kompos bioaktif berbahan
baku sludge. Kegiatan ini diawali dengan kunjungan ke PT. IKPP. dan PT.
Arara Abadi pada tahun 2004/2005 khusus di kawasan pengolahan kompos
dengan tujuan sebagai studi banding dan berbagi pengalaman khusus
tentang pengolahan kompos sludge.
b. Arang kompos bioaktif (ARKOBA)
Arang
kompos bioaktif adalah gabungan antara arang dan kompos yang dihasilkan
melalui teknologi komposting dengan bantuan mikroba lignoselulotik yang
tetap bertahan di dalam kompos, mempunyai kemampuan agen hayati
sebagai biofungisida untuk melindungi tanaman dari serangan penyakit
akar, sehingga disebut bioaktif. Keunggulan lain dari ARKOBA adalah
karena keberadaan arang yang menyatu dalam kompos, yang bila diberikan
pada tanah ikut andil dan berperan sebagai agent pembangun kesuburan
tanah, sebab arang mampu meningkatkan pH tanah sekaligus memperbaiki
sirkulasi air dan udara di dalam tanah. Oleh sebab itu ARKOBA cocok dan
tepat dikembangkan secara luas di Indonesia mengingat 2/3 dari lahan
pertanian maupun kehutanan berada dalam kondisi masam (pH rendah),
kritis dan marjinal akibat menurunnya kandungan bahan organik tanah yang
tak bisa digantikan perannya oleh pupuk kimia. Sejak tahun 2001 Pusat
Litbang Hasil Hutan telah melakukan serangkaian riset baik skala
laboratorium maupun skala lapangan yang telah diaplikasikan di beberapa
TPA di Jawa dan Sumatera.
Tujuan penambahan arang pada proses
pengomposan adalah selain meningkatkan kualitas dari kompos tersebut,
juga diharapkan dengan adanya arang pada pengomposan akan menambah
jumlah dan aktivitas mikroorganisme yang berperan, sehingga proses
dekomposisi dapat berlangsung lebih cepat. Arang bersifat sebagai soil
conditioner di dalam tanah. Dari beberapa sumber mengemukakan bahwa
dengan hanya penambahan arang pada media tumbuh tanaman, dapat
meningkatkan perkembangan mikroorganisme positif di dalam tanah,
sehingga pertumbuhan tanaman jadi terpacu. Diantaranya adalah: endo dan
ektomikoriza pada tanaman kehutanan, rhizobium pada tanaman pertanian.
Hal ini terjadi akibat kondisi optimal yang tercipta bagi perkembangan
mikro-organisme di dalam tanah.
Berdasarkan sifat serta fungsi arang,
maka sejak tahun 1999, Puslitbang Hasil Hutan mulai mengembangkan
pemanfaatan arang pada teknologi komposting. Hal ini juga didasari oleh
penelitian-penelitian yang menyimpulkan bahwa arang baik dicampurkan
pada saat proses komposting, atau jika terdapat kendala, maka arang
diberikan pada saat proses komposting selesai, maka pada awalnya dinamai
Arang Kompos. Selanjutnya hasil dari beberapa pengamatan, menunjukkan
bahwa setelah arang kompos diaplikasikan, mikroorganisme yang digunakan
sebagai aktivator yang masih tersimpan pada arang kompos, berfungsi
sebagi fungisida hayati (biofungisida) untuk mencegah penyakit busuk
akar pada tanaman, sehingga selanjutnya diberinama Arang Kompos Bio
Aktif (ARKOBA).
Manfaat arang kompos bioaktif (ARKOBA)
o Arang kompos dapat ditingkatkan menjadi pupuk organik melalui pengkayaan unsur hara dengan bahan-bahan organik alam.
o
Memacu perkembangan mikroorganisme tanah, meningkatkan nilai kadar
tukar kation (KTK) tanah, pH tanah pada tingkat yang lebih sesuai bagi
pertumbuhan tanaman, sehingga cocok untuk reklamasi lahan yang mempunyai
tingkat kesuburan dan keasaman tanah yang rendah.
o Arang kompos
mempunyai sifat yang lebih baik dari kompos karena keberadaan arang yang
menyatu dalam kompos. Morfologi arang yang mempunyai pori sangat
efektif untuk mengikat dan menyimpan hara. Hara tersebut dilepaskan
secara perlahan sesuai dengan konsumsi dan kebutuhan tanaman (efek slow
release). Karena hara tersebut tidak mudah tercuci, lahan akan selalu
berada dalam kondisi siap pakai.
o Penggunaan arang kompos
merupakan upaya untuk menjaga stabilitas bahan organik tanah agar
kelestarian produktivitas tanaman terjaga. Baik diterapkan untuk
mencapai keberhasilan pembangunan hutan tanaman serta mendukung
kesinambungan dan kelestarian hutan, sekaligus program GERHAN.
Dari
beberapa uji coba pemberian arang kompos pada tanah selain dapat
menambah ketersediaan unsur hara tanah, memperbaiki sifat fisik, kimia
dan biologis tanah, juga dapat meningkatkan pH tanah dan nilai KTK
tanah, sehingga cocok digunakan untuk rehabilitasi/reklamasi
lahan-lahan kritis, masam yang makin meluas di Indonesia. Dari beberapa
aplikasi arang kompos yang telah diuji cobakan, baik di laboratorium,
maupun di lapangan menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman yang diberi
arang kompos meningkat hingga 2 kali lipat dibanding dengan yang tidak
diberi arang kompos.
Aplikasi arang kompos bioaktif yang
telah dilakukan selain di Kabupaten Garut adalah di Ciloto (KPH
Cianjur), pada tanaman pak choi, brokoli, dan wortel. Hasil yang
diperoleh dalam satuan luas 400 m persegi, produksi meningkat 1, 5
kwintal, jika dibandingkan dengan pupuk yang yang biasa digunakan oleh
petani seperti bokasi, selain itu juga mengurangi penggunaan pupuk kimia
sebesar 40 %.
Gambar 1. Aplikasi Arang Kompos Bioaktif pada tanaman pertanian
(brokoli,pak choi, wortel, dll) di ciloto, kab Bogor.
c. Pengolahan kompos sludge di PT. Arara Abadi
Studi
banding yang telah dilakukan di PT Arara Abadi pada tahun 2004/2005
mengenai pemanfaatan limbah dari PT. IKPP (Indah Kiat Pulp Paper).
Limbah terdiri dari kulit kayu, sludge, serbuk kayu sisa proses
pembuatan chip, abu buangan boiler dan gambut sisa boiler (Gambar 1),
hampir semua bahan diolah menjadi kompos dengan proses konvensional
secara terbuka tanpa menggunakan aktivator, sehingga membutuhkan waktu
relatif lama, yaitu sampai 6 bulan. Kompos yang dihasilkan telah
diaplikasikan pada lahan hutan tanaman (HT) penanaman sekitar komplek
PT. IKPP, tetapi belum dalam skala besar. Karena sewaktu studi
dilakukan untuk aplikasi skala luas pada areal HT perlu izin dari Kantor
Meneg LH, sebab pihak LH mengkhawatirkan adanya kandungan logam berat
pada kompos yang akan mencemari tanah dan air tanah, sehingga timbul
masalah bagi perusahaan pada saat itu adalah karena produksi kompos jadi
menumpuk yaitu mencapai 3600 ton. Muncul kekhawatiran lain yaitu
kompos tidak disimpan sebagaimana mestinya sesuai persyaratan
penyimpanan. Karena pada saat tersebut perusahaan belum sepenuhnya
yakin akan kualitas kompos yang dihasilkan, sehingga kegiatan ini
sepenuhnya belum mendapat dukungan dari perusahaan, dan kompos masih
tersimpan diareal terbuka (Gambar 2). Pada hal kompos apabila sudah
jadi, harus diperlakukan dengan hati-hati, terutama yang harus dijaga
adalah: kelembabannya jangan sampai < 20 persen dari bobotnya,
jangan sampai kena sinar matahari dan air / hujan secara langsung
(ditutup). Apabila akan dikemas, pilih bahan kemasan yang kedap udara
dan tidak mudah rusak. Bahan kemasan tidak tembus cahaya matahari akan
lebih baik. Hal ini disebabkan karena kompos merupakan bahan yang
apabila berubah, tidak dapat kembali ke keadaan semula (Irreversible).
Apabila kompos mengering, unsur hara yang terkandung didalamnya akan
ikut hilang bersama dengan air dan apabila kompos ditambahkan air
kembali maka unsur hara yang hilang tadi tidak dapat kembali lagi.
Demikian juga dengan pengaruh air hujan. Apabila kompos kehujanan, unsur
hara akan larut dan terbawa air hujan. Oleh sebab itu faktor
penyimpanan merupakan faktor yang sangat penting diperhatikan agar tidak
terjadi masa kadaluarsa (kompos tidak memiliki nilai dan kualitas).
Kebanyakan produsen kompos kurang menyadari bahwa faktor penyimpanan
adalah salah satu faktor penentu kualitas kompos.
Gambar
2. Limbah industri pulp kertas berupa sludge, serbuk dan kulit kayu
dan abu dicampur menjadi satu untuk selanjutnya diolah menjadi kompos
di PT. Arara Abadi (foto: gusmailina, 2005)
Gambar 3. Kompos siap pakai tersimpan di areal terbuka di kawasan pengolahan kompos PT. Arara Abadi (foto: gusmailina, 2005)
Berdasarkan diskusi dengan pihak industri (Div.HRD), disarankan beberapa hal antara lain:
1.
Untuk mempercepat proses komposting sebaiknya digunakan aktivator;
Proses pengomposan dapat dipercepat dengan menggunakan mikroba
penghancur (dekomposer) yang berkemampuan tinggi. Penggunaan mikroba
dapat mempersingkat proses dekomposisi dari beberapa bulan menjadi
beberapa minggu saja. Di pasaran saat ini banyak tersedia produk-produk
biodekomposer untuk mempercepat proses pengomposan. Yang perlu
diperhatikan adalah penyesuaian sifat aktivator untuk mempercepat proses
pengomposan dengan bahan baku yang akan dikomposkan;
2. Sebaiknya proses komposting dilakukan di bawah naungan, agar nutrisi/hara yang terkandung tidak tercuci sewaktu hujan;
3. Sebaiknya kompos yang dihasilkan disimpan di dalam gudang yang memenuhi persyaratan penyimpanan;
4. Sludge yang masih mengandung kadar air tinggi, sebaiknya di press terlebih dahulu sebelum komposting;
5.
Sebagian kulit kayu atau serbuk kayu dibuat arang kemudian dicampurkan
pada saat komposting sehingga dapat mengurangi bau sludge, atau arang
dicampurkan pada sludge basah yang baru keluar dari proses.
Gambar 4. Proses komposting di PT. Arara Abadi berlangsung secara alami dan terbuka (foto: gusmailina, 2005)
II. UJI COBA PEMBUATAN KOMPOS LIMBAH SLUDGE SKALA LABORATORIUM
A Persiapan
Sebagai tindak lanjut dari beberapa butir saran yang dianjurkan ke
pihak industri, maka di laboratorium juga dilakukan percobaan pembuatan
arang kompos kapasitas kecil (100 kg) dengan menggunakan bahan limbah
yang diperoleh dari PT.Arara Abadi berupa campuran limbah (sludge,
serbuk dan kulit kayu dan abu) yang siap untuk dikomposkan. Perlakuan
yang diaplikasikan adalah sesuai dengan saran-saran yang dianjurkan ke
perusahaan antara lain: proses komposting menggunakan aktivator,
komposting berlangsung di bawah naungan, mengurangi kadar air sludge
dengan press sederhana, kemudian mencampur dengan arang kulit kayu.
Selain itu juga dicoba dengan penambahan campuran kotoran ternak ayam
dan kambing.
Pembuatan kompos hanya 2 kantung plastik kapasitas 100
kg, hal ini karena terbatasnya contoh limbah sludge yang akan diolah.
Masing-masing kantung diisi dengan komposisi yang sama yaitu 60 kg
campuran sludge,10 kg butiran arang kulit kayu, dan 10 kg serbuk
gergaji, 20 kg campuran kotoran ternak. Tujuan akhir dari uji coba ini
adalah untuk membandingkan kompos yang dihasilkan dari laboratorium
dengan kompos yang dihasilkan oleh PT. Arara Abadi. Termasuk juga
untuk membuktikan bahwa kompos yang dihasilkan tidak mengandung bahan
yang berbahaya, sehingga layak untuk dipakai.
B Proses komposting
Setelah
bahan dipersiapkan selanjutnya dimasukkan ke dalam wadah komposting
berupa kantung plastik kapasitas 100 kg. Pengukuran suhu dilakukan
setiap hari sebagai indikator bahwa proses pengomposan berjalan baik.
Volume penyusutan juga diamati, karena apabila proses berjalan sempurna
volume bahan akan menyusut sampai proses selesai.
Gambar 5. Plastik ukuran jumbo kapasitas 100 kg, tempat berlangsungnya proses pengomposan
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Suhu Pengomposan
Suhu pengomposan yang dilakukan di laboratorium mulai meningkat
pada minggu pertama sampai minggu ke dua dan selanjutnya terus menurun
sampai minggu ke-4. Panas ditimbulkan sebagai suatu hasil sampingan
proses yang dilakukan oleh mikroba untuk mengurai bahan-bahan yang
dikomposkan. Suhu ini dapat digunakan untuk mengukur seberapa baik
sistim pengomposan ini bekerja, disamping itu juga dapat diketahui
sejauh mana dekomposisi telah berjalan. Pada minggu pertama dan ke dua
temperatur pengomposan mencapai 63oC-66oC, sedangkan pada minggu ke
empat sampai stabil berkisar antara 30-33oC. Sebaliknya suhu proses
komposting di PT. AA yang pernah diukur berkisar antara 30-32oC pada
permukaan, dan pada bahagian dalam berkisar antara 35-40oC (tergantung
kondisi lingkungan). Hal ini menunjukkan bahwa proses komposting
berlangsung pada kondisi mesofilik, secara alami dan hanya mengandalkan
kondisi alam untuk mendukung berlangsungnya proses pengomposan. Proses
ini juga hanya mengandalkan mikroorganisme yang ada disekitar lokasi
pengomposan, sehingga proses yang berlangsung tidak sempurna karena
biasanya mikroba yang terdapat di sekitar lokasi kebanyakan mikroba
pembusuk, bukan mikroba dekomposer. Sehingga kualitas kompos yang
dihasilkan juga lebih rendah dibanding dengan kompos yang dihasilkan
dari proses pengomposan yang dikontrol.
B. Penyusutan
Penyusutan proses pengomposan yang diamati di laboratorium dimulai pada
minggu ke tiga sampai selesai (minggu ke 4). Hingga proses selesai
volume penyusutan mencapai 21%.
C. Waktu Pengomposan.
Salah
satu faktor yang menjadi tolok ukur pembanding dari proses pengomposan
adalah waktu pengomposan. Karena waktu sangat berkaitan dengan
efisiensi dan biaya dalam suatu proses produksi, apalagi dalam kapasitas
dan skala besar. Waktu pengomposan yang berlangsung di PT. Arara Abadi
(PT. AA) berlangsung sampai 6 bulan. Hal ini karena proses pengomposan
berlangsung secara alami dan terbuka, sehingga tidak dapat dikontrol.
Sedangkan pengomposan di laboratorium berlangsung hanya satu bulan
dengan dua kali pembalikan. Hal ini karena proses yang berlangsung
terkontrol. Pertama faktor yang dikontrol adalah mikroorganisme yang
berfungsi sebagai dekomposer. Di laboratorium pengomposan menggunakan
aktivator dengan bahan aktif Tricoderma dan Cytophaga+ Asp sp yang aktif
pada suhu thermofilik. Dengan tumpukan bahan baku serta dengan kondisi
tertutup sangat memungkinkan suhu panas akan tercipta sehingga mikroba
akan aktif. Apabila mikroba tersebut sudah mulai bekerja, maka tidak
ada kemungkinan bagi mikroba lain untuk ikut campur dan mengganggu pada
proses tersebut, sehingga proses akan berlangsung sesuai dengan
prediksi. Sebaliknya proses pengomposan yang berlangsung di PT. AA,
tidak menggunakan aktivator, sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama,
karena mikroba yang berperan belum tentu mikroba dekomposer, tetapi
mikroba yang melakukan proses tersebut adalah mikroba pembusuk, dengan
keragaman jenis yang sangat tinggi akhirnya proses tidak optimal, dan
biasanya kompos yang dihasilkan dengan proses alami mempunyai kualitas
yang lebih rendah.
D Kualitas Arang Kompos
Hasil uji coba
pembuatan arang kompos yang dilakukan di laboratorium menunjukkan bahwa
kompos yang dihasilkan baik, karena dihasilkan dari proses yang berjalan
sempurna. Hal ini dibuktikan berdasarkan suhu proses yang mencapai
66oC. Semakin tinggi suhu semakin baik, sebab mikroba yang terdapat
pada aktivator akan optimal bekerja pada suhu thermofilik (suhu
>50oC). Pada Tabel 1 dapat dilihat kualitas arang kompos yang
dihasilkan dengan menggunakan bahan baku sludge.
Tabel 1.
Kualitas dan kandungan unsur hara Arang kompos hasil uji coba di
laboratorium (GA) dibandingkan dengan beberapa kualitas kompos lainnya
No. Parameter Nilai
PT. AA
SK ARANG KOMPOS
GA
**) US EPA (1993) Standar pasar khusus
***)
Lab. PT AA Lab. IPB
1 pH (1 : 1) 7,68 7- 7,15 7,10 - 7
2 Kadar air (Moisture content),% - 26,00 24,5 - ≥20
3 C organik (Organic C),% 14 - 18,03 19 - ≥ 15
4 N total (Total N),% 0,60 - 0,71 1,78 - ≥ 2,30
5 Nisbah C/N (C/N ratio) 26 - 25,60 13,76 - ≥ 15
6 P2O5 total,% 0,11 - 0,58 1,01 - ≥ 1,60
7 CaO total,% 5,57 - 0,28 2,41 - ≥ 1,00
8 MgO total,% 0,26 - 0,19 1,03 - ≥ 3,25
9 K2O total,% 0,29 - 1,42 2,84 - ≥ 2,40
10 KTK (Cation exchange capacity), meq/100 g - - 5,33 - - -
11 Unsur logam
Zn (mg/kg)
Cu mg/kg
Co mg/kg
Mo mg/kg
Se mg/kg
Pb mg/kg
Cr mg/kg
Cd mg/kg
Ni mg/kg
Hg mg/kg
As mg/kg
34,60
76,90
20,00
7,19
<0,003
16,25
20,28
1,33
8,62
<0,01
2,00
40,50
21,10
-
-
-
4,81
18,90
0,24
19,30
-
-
0,01
0,03
23,76
19,92
*
*
*
3,01
-
0,21
-
*
*
7500
4300
-
75
100
840
3000
85
420
57
75
< 400
< 150
≥ 0,10
< 150
< 45
< 3
< 50
< 1
< 10
Keterangan:
1.
Batas maksimum konsentrasi unsur dalam sludge yang diizinkan untuk
diaplikasikan ke dalam tanah menurut US EPA (1993) dalam Alloway (1995)
dalam Anonimus (2003)
2. SK : Analisis kompos Sludge yang dilakukan oleh Komarayati (2007 )
3. GA : Kompos sludge hasil uji coba di laboratorium
4. * : tidak terdeteksi
5. **) : Dianalisis di Lab Natural Products. Biotrop Bogor.
6. ***) : Sumber Radiansyah (2004)
Pada
Tabel 1 dapat diketahui sifat dan kualitas arang kompos sludge hasil
uji coba di laboratorium (GA) serta beberapa jenis kompos sludge yang
sudah dilakukan, baik oleh PT. AA sendiri maupun yang dilakukan oleh
Komarayati, dkk (2007)/SK. Berdasarkan hasil analisis unsur hara yang
dilakukan di Biotrop, Bogor menunjukkan bahwa hampir semua komponen
unsur hara memberikan hasil yang lebih baik jika dibanding dengan kompos
lainnya, termasuk kompos PT. AA. Nisbah C/N kompos hasil uji coba
adalah 13,76, menunjukkan bahwa kompos tersebut telah matang dan siap
pakai untuk diaplikasikan, sebaliknya nisbah C/N kompos dari PT. AA
masih cukup tinggi yaitu 26, sehingga masih membutuhkan waktu agar
sewaktu diaplikasikan tidak meracuni tanaman. Demikian juga dengan
kandungan unsur hara N, P dan K masing-masing 1,78, 1,01 dan 2,84 %
menunjukkan terjadinya perbaikan kualitas bila dibandingkan dengan
kompos yang dihasilkan oleh PT. AA yang masing-masing hanya 0,60,
0,11dan 0,29 %. Hal yang sama juga terjadi pada kandungan logam
berbahaya, dimana kandungan logam berbahaya dari arang kompos hasil uji
coba di laboratorium menurun tajam dan telah termasuk ke dalam kriteria
yang diperbolehkan baik secara internasional (US EPA) maupun nasional
seperti Standar Pusri, Perhutani dan standar kualitas pasar khusus
(Komarayati, 2007).
Kandungan unsur hara arang kompos hasil uji coba
di laboratorium secara keseluruhan menunjukkan hasil yang lebih baik
jika dibanding dengan kandungan unsur hara kompos yang diolah secara
alami dan terbuka seperti yang dilakukan oleh PT. AA. Hal ini
disebabkan karena perbedaan teknologi proses yang diterapkan. Proses
pengomposan yang berlangsung di PT. AA adalah secara aerobik dan tanpa
menggunakan aktivator. Sedangkan teknologi yang diterapkan untuk uji
coba di laboratorium dengan menggunakan bahan baku yang sama adalah
secara anaerob dengan menggunakan aktivator yang berbahan aktif
Trichoderma dan Cytophaga + Asp sp. Selain kualitas kompos yang
dihasilkan lebih baik, waktu pengomposan juga lebih singkat, sehingga
lebih efisien apalagi jika dilakukan dalam skala dan kapasitas yang
lebih besar, tentu akan memberi keuntungan yang lebih tinggi.
Selain
waktu yang singkat, faktor lain yang mungkin berpengaruh terhadap
baiknya kualitas arang kompos yang dihasilkan adalah penambahan kotoran
ternak (campuran kotoran ayam dan kotoran kambing). Hal ini mungkin
disebabkan karena pemberian pupuk kandang berpengaruh terhadap
peningkatan suhu pengomposan, sehingga proses berjalan lebih cepat dan
singkat. Pemberian kotoran ternak maupun pupuk kandang dalam proses
pengomposan juga meningkatkan pH dengan kisaran antara 7.5 sampai 8.5,
serta juga berpengaruh terhadap penurunan rasio C/N. Dengan demikian
untuk pengolahan sludge menjadi arang kompos penambahan kotoran ternak
(ayam dan kambing) pada proses pengomposan akan meningkatkan kualitas
kompos, serta waktu pengomposan yang lebih singkat.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil uji coba pembuatan arang kompos bioaktif dari limbah sludge
pabrik pulp dan kertas yang dilakukan di laboratorium menunjukkan bahwa
kualitas arang kompos yang dihasilkan lebih baik dengan waktu yang lebih
singkat, karena teknologi pengomposan yang diterapkan secara anaerobik,
menggunakan aktivator serta bernilai plus apabila dilakukan penambahan
bahan baku kotoran ternak. Selain itu kandungan unsur logam yang
berbahaya juga menurun tajam, jauh di bawah ambang batas yang
diperbolehkan baik skala internasional maupun skala nasional. Dengan
demikian limbah sludge pabrik pulp dan kertas layak dipakai dan
dikembang luaskan untuk konsumsi kalangan industri sendiri, maupun
dijual ke pasar umum, bebas maupun ekspor.
V. UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terimakasih yang sebesar2nya disampaikan kepada PT. IKPP dan
PT. Arara Abadi Perawang (div. HRD), Riau yang telah berkenan menerima
penulis untuk berkunjung sekaligus diperkenankan untuk melihat secara
langsung ke areal kawasan pengolahan kompos.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2000. Pedoman pengharkatan hara kompos. laboratorium natural products SEAMEO – BIOTROP. Bogor.
Anonim.
2003. Kompos Sludge & Fly Ash. Proses pembuatan dan aplikasi di
HTI. Divisi R & D. PT. Arara Abadi (publikasi untuk kalangan
sendiri).
Aritonang. 2005. Komunikasi pribadi di PT. TEL. Palembang .
Away,
Yufnal, 2003. Uji coba penggunaan bioaktivator “orgadec plus” pada
sampah kota di TPA Bantar Gebang. Balai Penelitian Bioteknologi
Perkebunan Indonesia. Bogor
Gusmailina, S.Komarayati dan
T. Nurhayati. 1990. Pemanfaatan residu fermentasi padat sebagai kompos
pada pertumbuhan anakan Eucalyptus urophylla, Jurnal Penelitian Hasil
Hutan. (4):157-163
Gusmailina, G. Pari., and S. Komarayati. 1999.
Teknologi penggunaan arang dan arang aktif sebagai soil conditioning
pada tanaman. Laporan Proyek.Pusat Penelitian dan Pengembangan hasil
Hutan. Bogor
Gusmailina, G. Pari dan S.Komarayati. 1999.
Teknologi penggunaan arang dan arang aktif sebagai soil conditioning
pada tanaman kehutanan. Laporan proyek. Pusat Penelitian Hasil Hutan,
Bogor (Bahan publikasi).
Gusmailina, G. Pari, dan S. Komarayati.
2001. Teknik penggunaan arang sebagai soil conditioning pada tanaman.
Laporan hasil penelitian (tidak diterbitkan)
Gusmailina, G. Pari, dan S. Komarayati. 2001. Laporan kerjasama penelitian P3THH – JIPFRO. Bogor (tidak diterbitkan)
Gusmailina, G. Pari, dan S. Komarayati. 2002. Laporan kerjasama penelitian P3THH – JIPFRO. Bogor
Gusmailina,
G. Pari., and S. Komarayati. 2002. Implementation study of compos and
charcoal compost production. Laporan Kerjasama Puslitbang Teknologi
hasil Hutan dengan JIFPRO, Jepang . Tahun ke 3. Bogor (Tidak
dipublikasi).
Gusmailina, Gustan Pari dan Sri Komarayati. 2002. Pedoman Pembuatan
Arang Kompos. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi hasil Hutan.
Badan Penelitiandan dan pengembangan Kehutanan. Bogor. ISBN: 979-3132-27
Gusmailina, Sri Komarayati dan G. Pari. Pengembangan Teknologi Arang Kompos
Bioaktif di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Dalam Rangka Pengurangan Dampak
Pemanasan Global. Makalah pada seminar MAPEKI. Fakultas Kehutanan, Universitas
Tanjung Pura. Kalimanatan. 2007.
Gusmailina. 2007. Mengeliminasi Kemungkinan Kegagalan GERHAN Melalui Teknologi
dan Aplikasi Arang Kompos Bioaktif. Buku panduan dalam rangka Pelatihan
Peningkatan Kualitas arang Kompos Bioaktif di Kabupaten Garut. Kerjasama Dinas
kehutanan Kab Garut dengan KopKar GEPAK Wira Satria Sejati. Desember 2007.
Gusmailina. 2007. Pembuatan arang dan arang kompos dari limbah PLTB. Makalah pada
Acara Gelar Teknologi PLTB (Penyiapan Lahan Tanpa Bakar). Kerjasama.
Puslitbang Hutan Tanaman dan Balai Penelitian Kehutanan Palembang. Nopember
2007
Gusmailina.
2008. Arang kompos bio aktif; teknologi inovatif untuk menunjang
pembangunan kehutanan yang berkesinambungan. Alih teknologi / pelatihan
pembuatan arang terpadu. Terselenggara atas kerjasama : Pusat
Penelitian Dan Pengembangan Hasil Hutan Dan Bdk Kadipaten. Kadipaten 6
– 11 mei 2008
Komarayati, S. dan Gusmailina. 2007. Pemanfaatan
limbah padat industri pulp untuk pupuk organik. Jurnal Penelitian
Hasil Hutan 25(2):137–146. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil
Hutan. Bogor.
Komarayati, S. dan R. A. Pasaribu. 2005.
Pembuatan pupuk organik dari limbah padat industri kertas. Jurnal
Penelitian Hasil Hutan 23 (1) : 35-41. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hasil Hutan, Bogor.
Komarayati, S 2007. Kualitas
pupuk organik dari limbah padat industri kertas. Info Hasil Hutan
13(2):165–173. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor.
Komarayati,
S., E. Santoso, dan Gusmailina. 2005. Kajian teknis dan ekonomis
produksi dan pemanfaatan pupuk organik mikorhiza (POM) dari sludge
industri pulp untuk tanaman HTI. Laporan Hasil Penelitian. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor.
Komarayati, S.,
Gusmailina dan E. Santoso. 2007. Teknologi produksi skala kecil pupuk
organik plus arang (POA) dari sludge industri pulp dan kertas. Laporan
Hasil Penelitian . Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan,
Bogor.
Komarayati, S. 2007. Kualitas pupuk organik dari limbah
padat industri kertas. Info Hasil Hutan Vol. 13 No. 2. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor.
Radiansyah, A.D.
2004. Pemanfaatan sampah organik menjadi kompos. Makalah pada Stadium